Suara Gembala: Kelahiran Yang Membebaskan

Sidang Agung Gereja Katolik Indonesia (SAGKI), 2-6 Nopember 2015 yang bertema: Keluarga Katolik, Sukacita Injil, baru saja selesai. Dalam sidang tersebut, seluk beluk dan segi-segi hidup berkeluarga di-sharing-kan, direnungkan, dibicarakan secara menyeluruh dan mendalam. Ada beberapa sharing yang menarik dalam pengalaman hidup berkeluarga. Dalam arti mendasar, keluarga inti yang  terdiri dari bapak (suami), isteri (ibu) dan anak  juga membentuk kesatuan gerejawi, yang disebut ecclesia domestica. Dalam keluarga yang lengkap itu terjadi kelahiran baru, yang melengkapi dan membahagiakan keluarga itu. Dalam arti inilah bisa dikatakan bahwa kelahiran itu peristiwa yang  membebaskan.

Pertanyaannya: kelahiran itu membebaskan dari apa? Dan membebaskan untuk apa? Dalam hidup keluarga, kelahiran merupakan peristiwa yang membebaskan pasangan suami-isteri dari kekhawatiran untuk tidak memiliki keturunan atau mandul. Dengan lahirnya anak dalam keluarga, mereka dibebaskan dari kesepian suasana di rumah; dengan lahirnya seorang bayi, maka suasana keluarga menjadi lebih hidup, meriah dan membahagiakan suami-isteri. Bagi isteri, kelahiran itu membebaskan dari penderitaan sakit bersalin; dan bagi suami dan isteri, kelahiran itu membebaskan dari penantian panjang untuk mengetahui anaknya laki-laki atau perempuan.

Selanjutkan kelahiran itu membebaskan keluarga untuk lebih memperkembangkan sepenuh-penuhkan hidup bersama dalam cintakasih. Kelahiran itu membebaskan keluarga untuk menikmati kebahagiaan lebih besar, makin lengkap dan makin sempurrna. Keluarga terbebaskan untuk menumbuhkembangkan seorang anak menjadi dewasa baik sari segi manusiawi maupun dari segi rohani, hidup beriman dan membentuk menjadi pribadi yang lengkap dan utuh. Hal ini merupakan tugas mulia untuk setiap keluarga.

Peristiwa Natal merupakan peristiwa kelahiran yang membebaskan dalam arti sepenuh-penuhnya baik dari segi manusiawi maupun dari segi ilahi. Peristiwa Natal merupakan peristiwa Sang Sabda menjadi Daging, penjelmaan Allah menjadi manusia. Dalam Diri Yesus Kristus itulah kelahiran-Nya membebaskan manusia dari dosa dan kematian sebagai akibatnya. Kelahiran Yesus membebaskan manusia dari penderitaan dan maut yang tak bisa diatasinya sendiri. Hanya berkat kekuatan ilahi Yesus manusia dibebaskan dari ketakutan, kekhawatiran akan masa depan yang menuju kehancuran. “Jangan takut, sebab sesungguhnya aku memberitakan kesukaan besar untuk seluruh bangsa. Hari ini telah lahir bagimu Juruselamat, yaitu Kristus Tuhan di kota Daud” (Luk 2:11).

Selanjutnya kelahiran Yesus membebaskan manusia untuk menerima rahmat dan berkat Allah yang paling besar dan paling berharga dalam hidupnya, yaitu: kerapuhan manusia dikuatkan oleh daya ilahi yang membawa kepada kehidupan kekal. Kelahiran Yesus membebaskan manusia untuk menyampaikan berkat Allah kepada orang lain, untuk membangun dunia dalam damai yang diwartakan oleh malaikat. “Dan damai di bumi bagi orang yang berkenan kepada-Nya” (Luk 2:14). Peristiwa Natal memberikan tugas mulia kepada kita untuk ikut ambil bagian dalam menyampaikan sukacita Injil.

Sama seperti keluarga-keluarga manusiawi pada umumnya, maka Keluarga Kudus merupakan dasar dan acuan ecclesia domestica, “Gereja rumahan” yang paling awal dan paling sempurna. Yesus menjadi pusat Keluarga Kudus, dan pusat keluarga-keluarga Katolik yang memberitakan sukacita Injil bagi siapa saja yang berkehendak baik. Sukacita Injil merupakan warta gembira, damai sejahtera bagi seluruh bangsa manusia, dan kita orang beriman Katolik menjadi pelaku-pelaku yang ikut ambil bagian dalam pembebasan manusia dari penderitaan menuju kebahagian dan keselamatan yang dirindukan setiap orang.

Selamat Natal, selamat merayakan kelahiran Yesus yang membebaskan kita semua dari ketakutan untuk hidup penuh sukacita Injil Tuhan kita.

+ Mgr. A. M. Sutrisnaatmaka MSF.

You may also like...

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *