ASIAN JOURNEY INTERRELIGIOUS FAITH: TO BE RELIGIOUS IS TO BE INTERRELIGIOUS

 

ASIAN JOURNEY INTERRELIGIOUS FAITH:  TO BE RELIGIOUS IS TO BE INTERRELIGIOUS  KUTA, BALI, TGL 28 SEPTEMBER – 1 OKTOBER 2015

Pada tgl 28 September –1 Oktober 2015 diadakan pertemuan Interreligious Faith asian journey3(Dialog Antar Agama) tingkat Asia-Pacific yang dihadiri oleh utusan-utusan dari beberapa negara Asia-Pacific, seperti: Australia, Jepang, Kamboja, Pakistan, Philipina, Singapure, Taiwan, Thailand dan Indonesia (selaku tuan rumah). Keseluruhan peserta berjumlah 70 orang. Sementara dari Indonesia hadir para penggiat Dialog antar agama atau Ketua-Ketua Komisi HAK dari Keuskupan-Keuskupan, seperti: Agats, Ambonia, Denpasar, Jakarta, Makassar, Malang, Padang, Palangka Raya, Palembang, Pangkal Pinang, Pontianak, Samarinda, Sintang, Sibolga, Sorong dan Tanjungkarang serta sejumlah Tarekat yang bergerak dalam dialog antar agama: AK, Alma, SFS, FSGM, OP, OSF Semarang, OSU dan SSpS. Pertemuan dilangsungkan di Quest Hotel, Kuta-Bali, Jl. Kediri No. 9, Tuban 80361.

Acara diawali dengan misa pembuka pada tgl 28 September 2015, Pukul. 18. 30 WITA di Paroki St Fransiscus Xaverius, Kuta, dipimpin oleh Ketua Komisi HAK KWI, Mgr. C. Mandagi, MSC dengan didampingi oleh Ketua Panitia Pusat (Rm Heru Prakasa SJ, Pastor Paroki Nusa Dua (Rm Evensius Dewantoro, Pr), Pastor Paroki (Rm Hedy Setyawan, Pr). Perayaan Ekaristi dimeriahkan dengan Koor Paroki dengan iringan lagu-lagu yang berkombinasi Inggris dan Bali. Selesai Ekaristi, acara dilanjutkan dengan acara pembukaan yang berisi sambutan-sambutan dari: Ketua Panitia (Rm Heru Prakosa, SJ) dan Pastor Paroki (Rm Hedy, Pr). Kemudian acara dilanjutkan dengan makan malam di pelataran halam gereja sambil menyaksikan pertunjukan tari-tarian Bali dari anak-anak panti asuhan penyandang tuna rungu, Gianyar. Acara berakhir pada pukul. 21.30 WITA dan selanjutnya para peserta, dengan Bis, menuju ke hotel untuk beristirahat.

Dalam sambutannya, Rm Heru,SJ menegaskan bahwa acara Asian Journey 2015 ini merupakan revitalisasi dari Asian Journey yang sudah pernah diadakan beberapa tahun yang lalu. Asian Journey terakhir dilaksanakan pada tahun 1997. Dengan demikian, sejak tahun 1997, tidak pernah lagi diadakan pertemuan dengan sebutan Asian Journey. Oleh karena itu, pertemuan tahun 2015 ini sungguh merupakan tahun revitalisasi bagi keberlanjutan forum yang sudah pernah berjalan beberapa tahun yang lalu. Asian Journey digagas sebagai persiapan bagi Romans Journey, yakni pertemuan yang dilaksanakan setiap dua tahun di Roma sebagai forum sharing dan learning together bagi para penggiat dialog antar agama, khususnya antara Katolik dengan Islam. Mendahului Romans Journey ini, Asian Journey dilaksanakan sebagai persiapan agar mereka yang mengikuti Romans Journey sudah dibekali dengan bekal yang memadai untuk forum tersebut.

Acara ini terselenggara berkat kerjasama antara Komisi HAK KWI, ICRP (Indonesian Conference on Religion and Peace) dan Bimas Katolik Pusat, Kemenag Indonesia. Seluruh dana untuk penyelenggaraan acara ini ditanggung oleh pihak Bimas Katolik Pusat; Sementara Pantia dibagi dalam 2 kelompok, yakni Panitia Pusat yang terdiri dari anggota ICRP dan Bimas Katolik serta Komisi HAK KWI dan Panitia Lokal yang terdiri dari volunteers yang mengurus segala sesuatunya, mulai dari penginapan, penjemputan, penyusunan acara sampai MC. Berkat kerjasama yang baik antara pihak-pihak tersebut, keseluruhan acara dapat berjalan dengan baik dan lancar, meski menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa forum.

Dalam acara ini, selain menghadirkan sejumlah nara sumber, seperti: Dr Muhamad Suaedy dari Wahid Institute yang berbicara tentang Islam Minoritas di negara-negara Asia mayoritas Katolik. Dalam paparannya, disampaikan adanya kesulitan yang juga dialami oleh Muslim minoritas di negara-negara mayoritas, seperti halnya yang dialami oleh minoritas Kristen atau Katolik di negara mayoritas Islam. Kesulitan mulai dari membangun hubungan yang baik sampai kepada diskriminasi dalam hal pekerjaan dan pelayanan publik. Pdt Margaretha Hendriks Ririmasse, Erma Bataubun dan Paul Titirloloby, ke-3nya menyampaikan sharing mengenai konflik agama yang terjadi di Ambon dan bagaimana akhirnya hal itu bisa diakhiri walau di dalam hati terdalam masih tetap ada “luka” yang belum sepenuhnya tersembuhkan. Salah satu poin menarik yang disebutkan sebagai hal yang sangat berperan dalam mengakhiri konflik adalah peranan kaum wanita. Paguyuban yang dibangun diantara kaum wanita lintas agama dengan misi menolak kekerasan dan perang dengan motto “Kami belum mau menjadi janda dan anak-anak tidak mau menjadi yatim” mampu mengurungkan niat kaum lelaki untuk berperang. Sejumlah nara sumber penting seperti: Menteri Agama dan Gubernur Bali tidak bisa hadir karena bertepatan dengan agenda lain yang tidak bisa ditinggalkan.

Para peserta sendiri adalah nara sumber yang menyampaikan sharing pengalaman berkaitan dengan dialog yang sudah dijalankan di masing-masing tempat. Oleh karena itu, metode yang digunakan adalah FGD (Focus Group Discussion-Group Diskusi) yang dibagi dalam 3 kelompok dengan 3 tema yang berbeda: Resolution Conflic, Peace Building dan  Advocacy/Training for Dialog. Masing-masing peserta secara bebas memilih tema yang hendak didiskusikan dan kemudian bergabung dengan peserta lain yang juga memilih tema yang sama. Dengan metode ini, para peserta dapat secara leluasa mengungkapan ide, pengalaman maupun sharing berkaitan dengan hal-hal yang sudah dilakukan dalam membangun dialog antar agama di tempat masing-masing. Hasil diskusi, kemudian diperdalam lagi dalam pleno. Demikian seterusnya, sampai hari terakhir.

Adapun tujuan/goal dari pertemuan ini adalah: 1. Melakukan pemetaan tentang kegiatan dialog antar agama, khususnya antara Katolik-Muslim yang sudah dilakukan oleh para peserta masing-masing. 2. Untuk mengetahui apa yang telah dilakukan oleh para peserta dan kelompok dalam konteks Gereja di Asia dalam hal dialog antar agama, khususnya antara Katolik  dan Muslim. 3. Untuk menemukan dan selanjutnya “membangun” jaringan secara bersama dalam konteks Gereja di Asia dalam membangun dialog antar agama (Katolik-Muslim).Untuk mencapai hal itu, maka pertemuan ini akan ditindaklanjuti dengan menyelenggarakan sejumlah kursus berkaitan dengan dialog antar agama, baik yang sifatnya long term course (1 bulan) maupun short course (5 hari).

Program ini akan ditawarkan kepada Keuskupan dan Tarekat dengan harapan bersedia untuk mengirimkan sejumlah orang untuk dipersiapkan menjadi aktor dalam membangun dialog antar agama di tempat masing-masing. Untuk konteks Indonesia dengan mayoritas Muslim, dialog menjadi sebuah keniscayaan yang harus dilakukan dan dijadikan sebagai kebijakan pastoral strategis, khususnya untuk antisipasi ke masa depan. Untuk itu, kita perlu menyiapkan orang-orang yang memiliki minat dan hati untuk bekerja dalam bidang ini secara profesional; sementara itu seluruh komponen umat diharapkan tetap melakukan dialog kehidupan yang sudah dijalankan selama ini.

Dalam sesi evaluasi, juga disepakati bahwa pertemuan ini akan diadakan setiap 2 tahun sekali dengan tempat yang bergantian dari satu negara ke negara lain. Dalam polling yang diadakan oleh Panitia, mayoritas peserta memilih Philipina Selatan sebagai tempat pertemuan Asian Journey 2017 yad. Namun demikian, penentuan tempat sifatnya masih terbuka untuk didiskusikan dengan mempertimbangkan banyak hal, antara lain kesiapan panitia lokal untuk meng-handle acara ini, ketersediaan sarana dan prasarana dengan harga yang terjangkau, sehingga tidak terlalu membebani peserta. Malam terakhir, 31 September 2015 diadakan malam kesenian dan hiburan. Setiap Kelompok Diskusi yang terbagi dalam 3 kelompok menampilkan kebolehan masing-masing dalam berkreasi seni dan menampilkan kebolehan itu dalam acara seni budaya. Ada yang menampilkan permainan Guru-Murid dengan pesan yang dikemas untuk mendorong orang hidup dalam kasih persaudaraan, ada yang menampilkan drama singkat yang dipadu dengan film berkaitan dengan usaha menganimasi masyarakat dalam berdialog dengan pihak lain, dan yang lain lagi menampilkan kebolehan manari poco-poco sebagai instrumen untuk menyelesaikan konflik.

Acara diakhiri dengan perayaan ekaristi penutup di Paroki Nusa Dua, Bali pada tgl 1 Oktober 2015, Pk. 11.30 WITA dan sesudahnya dilanjutkan dengan acara makan siang bersama yang disediakan oleh Pastor Paroki dan umat dengan menu khas Bali: Babi Guling, Ayam Betutu, Sate Lilit, Urap Bali dengan sambal matahnya dan Bunga Rampe. Pada Pk. 14. 15 WITA, rombongan peserta meninggalkan Nusa Dua dengan 3 tujuan: berwisata ke pantai Kuta dan Ground Zero (tempat bom Bali) bagi yang berminat, kembali ke Hotel untuk yang menunda kepulangan atau menginap di tempat lain dan ke Bandara untuk mereka yang pulang ke rumah masing-masing. Sampai bertemu dalam Asian Journey 2017 yang akan datang.

Oleh: Rm. I Ketut Adi Hardana, MSF

You may also like...

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *