PERAN PADUAN SUARA DALAM LITURGI GEREJA

Sebuah Kesan

Matahari hampir terbenam ketika saya tiba di salah satu Stasi Paroki, Keuskupan Palangka Raya ini. Beberapa orang tua dan anak muda sedang bercengkerama di luar, tetapi sebagian besar dari mereka berada di dalam Kapela. Badan saya terasa agak letih karena perjalanan menuju stasi ini menguras banyak energi.

Setelah mandi dan minum kopi bersama Ketua Dewan Stasi, saya mendengar mereka bernyanyi. Mendengarkan lagu-lagu yang mereka nyanyikan, saya sedikit terhibur. Saya ikut senang ketika solist menyanyikan Mazmur Antar Bacaan. Saya sangat kagum dengan dengan derigen, yang penuh wibawa memimpin paduan suara itu. Demikian juga telinga saya sungguh terhibur ketika organis dan gitaris memainkan alat musik mereka dengan sempurna.

Inilah kesan mendalam tahun silam ketika saya menyaksikan paduan suara mereka sedang gladi bersih mempersiapkan koor pada malam Natal. Dalam hati saya merasakan betapa besar peran Paduan Suara dalam merayakan Liturgi Gereja.

Apa Paduan Suara Gerejani?

Paduan suara gerejani adalah sekelompok orang yang bertugas menyemarakkan liturgi dengan nyanyian. Mereka semua mempunyai peran yang penting. Namun dari antara mereka, terdapat beberapa orang yang mempunyai peran lebih besar, yakni: (1) Dirigen, yang mempunyai peran sebagai pemimpin paduan suara, memilih lagu-lagu yang sesuai dengan tema ibadat, mengabdi kelompok itu dan melakukan tugasnya dengan khidmat dan berwibawa, (2) Solis, adalah seorang petugas liturgi yang dipercaya untuk mengangkat lagu atau menyanyikan ayat-ayat dalam nyanyian dan (3) Organis/Pianis, adalah seorang pelayan liturgi yang memainkan alat musik untuk mengiringi nyanyian atau untuk menampilkan musik instrumentalia.

Menengok sejarah, sebenarnya paduan suara sudah ada sejak dulu. Pada jaman Perjanjian Lama, orang-orang Yahudi sudah biasa menyanyikan lagu-lagu Mazmur. Demikian juga dalam Perjanjian Baru, Yesus dan para muridNya juga biasa menyanyikan kidung pujian. Dalam Kitab Suci dikatakan bahwa “sesudah menyanyikan nyanyian pujian (Kidung Halel), pergilah Yesus dan murid-muridNya ke Bukit Zaitun” (Mat 26:30). Demikian juga sesudah Yesus naik ke sorga, umat Gereja perdana terus melanjutkan praktek menyanyikan kidung pujian, seperti yang dikehendaki oleh St. Paulus: “Hendaklah perkataan Kristus diam dengan segala kekayaannya di antara kamu, sehingga kamu dengan hikmat mengajar dan menegur seorang akan yang lain dan sambil menyanyikan mazmur, dan pujian-pujian dan nyanyian rohani, kamu mengucap syukur kepada Allah di dalam hatimu (Kol 3:16, lihat juga Ef 5:19).

            Karena itu kita dapat mengambil kesimpulan bahwa paduan Suara gerejani mempunyai tugas yang luhur dan agung dalam menghantar umat beriman untuk ikut serta memuji dan memuliakan Allah.

Peran Paduan Suara dalam Liturgi Gereja

Sejak Kaisar Konstantin (Abad IV) memberi kebebasan bagi Gereja untuk hidup dan berkembang di kekaesaran Romawi, Liturgi Gereja mengalami kemajuan yang pesat. Liturgi mulai dirayakan dengan meriah di basilika-basilika dan untuk mendukung kemeriahan itu baik paduan suara dan musik liturgi mendapat peran penting. Mazmur-mazmur dinyanyikan secara bergantian antara paduan suara atau solis dan umat yang mengulangi refren. Pada abad itu  pula banyak lagu mulai bermunculan dan dinyanyikan oleh umat.

Pada abad VII, Paus Gregorius Agung mengumpulkan dan mengatur secara baru lagu-lagu Gregorian, khususnya untuk perayaan ekaristi dan ibadat harian. Sejak itulah alat musik orgel yang sebelumnya dipandang sebelah mata atau bahkan “dicurigai”, sekarang mulai digalakkan kembali. Lagu-lagu Gregorian mulai dinyanyikan oleh banyak kelokpok paduan suara hampir di seluruh daratan Eropa.

Sejalan dengan gerakan pembaharuan liturgi pada jaman Barok (abad XVI-XVII/XVIII), paduan suara semakin mendapat peran penting dalam Liturgi Gereja. Liturgi dipahami sebagai pantulan kemuliaan Allah dan cermin Yerusalem surgawi. Gedung-gedung gereja pun dibangun dengan megah, penuh hiasan dan ornament yang mahal.

Berdasarkan catatan sejarah tentang perkembangan liturgi gerejani, kita dapat melihat beberapa peran penting dari paduan suara:

Demensi Liturgis

Dari sudut pandang kita tentang perayaan liturgi, pertama-tama, paduan suara dapat menyemarakkan liturgi Gereja. Kita dapat membayangkan betapa hambarnya perayaan ekaristi tanpa nyanyian. Lagu-lagu rohani adalah salah satu “ekspresi” dari iman. Ketika paduan suara menyanyikan lagu-lagu gerejani dengan penuh semarak, liturgi Gereja menjadi semakin hidup dan semakin mencerminkan keagungan dan kemuliaan Allah. Di Zambia, Afrika, paduan suara menyanyikan dua atau tiga lagu pembukaan dan lebih dari itu pada saat komuni pada perayaan Hari Minggu Biasa, yang berlangsung rata-rata dua setengah jam. Liturgi Ekaristi menjadi benar-benar merpakan perayaan penuh syukur dan hidup.

Kedua, paduan suara dapat membangkitkan iman umat. Seperti yang biasa kita alami ketika mendengarkan lagu-lagu yang dinyanyikan oleh sebuah Paduan Suara, kita bangga bahwa kita menjadi anggota Gereja Katolik dan melalui iman yang telah diperbaharui, kita semakin mencintai Allah. Paduan suara Gerejani benar-benar dapat menumbuh-kembangkan iman umat dan dengan demikian hidup rohani umat semakin diperdalam.

Demensi Eklesiologis

Dari sudut Gereja, paduan suara dapat membuat umat ikut berperanserta aktif dalam kegiatan liturgi. Dalam hal ini peran paduan suara menjadi semakin jelas. Pada abad-abad tertentu, umat lebih banyak diam dan mendengarkan, bahkan tidak mengerti apa yang terjadi pada saat perayaan liturgi berlangsung. Perayaan liturgi menjadi perayaan kaum berjubah atau para klerus. Tetapi sejak Konsili Vatikan II, peran serta umat menjadi semakin besar.  Dengan adanya paduan suara, umat yang biasa “takut” menyanyi menjadi ikut aktif menyanyi. Tidak heran jika sekelompok orang datang ke Gereja, bukan untuk misa tetapi untuk mendengar suara dari paduan suara tertentu, atau bahkan mereka pergi ke mana saja paduan suara itu membawakan lagu-lagu mereka.

Demikian juga paduan suara dapat menjadi “saksi” bagi keagungan Gereja. Saya masih ingat, ketika saya memimpin misa penutupan peti di satu desa. Para tetangga yang berbeda agama termangu-mangu menyaksikan upacara kematian yang begitu meriah secara liturgis dan mendengar suara alunan paduan suara dari lingkungan itu. Mereka berkata: “Betapa indahnya menjadi orang Katolik”. Demikian juga ketika mereka menyaksikan upacara pernikahan Katolik di Gereja, ada di antara mereka yang memberi komentar: “Betapa indahnya pernikahan di Gereja, upacaranya meriah, lagu-lagunya mengharukan dan gedung gerejanya bersih dan indah … sesuatu yang tidak pernah saya alami”.

Demensi Kristologis

Dilihat dari demensi ini, paduan suara dapat memperjelas rahasia-rahasia tentang Kristus dan karya keselamatanNya. Syair lagu-lagu yang tertera dalam buku nyanyian atau lembaran-lembaran kertas tidak begitu besar pengaruhnya. Namun ketika syair lagu-lagu tentang Kristus dinyanyikan, kita dapat merasakan betapa besar pengaruhnya. Lagu-lagu dapat menggetarkan jiwa, mengingatkan kita akan perbuatan-perbuatan besar yang telah dilakukanNya. Kita menjadi semakin percaya akan kuasa Tuhan dan semakin mencintai Dia.

Akhir Kata

            Kita tidak dapat menutup mata tentang betapa besar peran paduan suara dalam liturgi Gereja. Karena itu kelompok paduan suara perlu menyadari betapa penting peran ini dengan mempersiapkan diri sebaik-baiknya sebelum tampil sambil menghayati makna lagu-lagu yang akan di tampilkan sesuai dengan misteri yang dirayakan hari itu. Demikian juga, salah satu hal yang tidak boleh dilupakan adalah berdoa agar puji-pujian yang nanti dipersembahkan kepada Allah benar-benar menjadi sarana yang dipakai Allah untuk menyelamatkan umatNya.

You may also like...

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *