“Peningkatan Ekonomi Umat”

Majalah Bentara Agustus 2016: “Peningkatan Ekonomi Umat”

Makan, sekaligus minum tentu saja, menjadi kegiatan setiap orang agar bisa hidup. Bahkan mgr. trisnasehari orang bisa tiga kali makan atau lebih, tergantung keperluan. Makan menjadi acara yang tak bisa dilewatkan agar hidup kita tetap berlangsung wajar. Kualitas hidup ditentukan  antara lain oleh kecukupan asupan, jenis dan kualitas makanan yang tersedia. Makanan juga ikut menentukan sehat tidaknya seseorang. Oleh karena itu mengusahakan agar bisa makan secara memadai menjadi ukuran kesejahteraan. Untuk memenuhi kebutuhan itu, orang harus bekerja dan mendapatkan penghasilan. Semakin penghasilan besar dan dikelola dengan bijak, semakin bisa mencukupi kebutuhan, dan sebaliknya semakin kecil penghasilan, akan semakin kekurangan untuk bisa memenuhi kebutuhan hidupnya.

Memang hidup yang layak dimulai dengan makanan dan minuman yang sehat, ditambah dengan pelbagai penunjang lainnya, seperti pakaian yang layak, fasilitas kesehatan yang mencukupi, pendidikan yang baik, adanya kesempatan untuk rekreasi sarana-prasarana lainnya yang diperlukan. Semua itu tentu memerlukan biaya yang tak sedikit. Oleh karena itu bekerja untuk mendapat penghasilan yang layak merupakan syarat dan jalan menuju kesejahteraan. Untuk meningkatkan ekonomi itu St. Paulus berpesan agar kita bekerja: “Sebab kamu sendiri tahu, bagaimana kamu harus mengikuti teladan kami, karena kami tidak lalai bekerja di antara kamu, Sebab, juga waktu kami berada di antara kamu, kami memberi peringatan ini kepada kamu: … jika seorang tidak mau bekerja, janganlah ia makan. (2 Tes 3:7.10)

Gereja sebagai paguyuban umat beriman secara bersama-sama mengusahakan peningkatan ekonomi bagi umat khususnya dan masyarakat pada umumnya. Ada pun dasar gagasannya sangat konkrit. Orang yang lapar, tidak bisa berdoa dengan baik. Pikirannya akan terpusat pada perutnya yang kosong, dan terus mengingatkan untuk segera dipenuhi sesuai dengan kebutuhannya. Dan semakin lapar, semakin tak berdaya, dan tentu akhirnya harus meninggalkan tempat doanya untuk mencari makan. Hal ini bisa menggambarkan hubungan antara bekerja untuk mendapat makanan dan kemampuan untuk berdoa dengan baik.

Yesus juga mengaitkan soal makanan jasmani dengan yang rohani, yang bermanfaat untuk kehidupan yang abadi, yaitu Ekaristi. Sabda Yesus menjadi dasar untuk melengkapi bekal hidup secara menyeluruh: “Akulah roti hidup yang telah turun dari sorga. … sesungguhnya jikalau kamu tidak makan daging Anak Manusia dan minum darah-Nya, kamu tidak mempunyai hidup di dalam dirimu. ,,, Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia mempunyai hidup yang kekal dan Aku akan membangkitkan dia pada akhir zaman. (Yoh 6:51.53-54). Kehidupan memang memiliki tujuan jangka panjang, tidak sekedar untuk sekarang di dunia ini. Sebagai orang beriman, kehidupan juga diarahkan kepada tujuan jangka panjang sampai pada kehidupan kekal itu. Yesus telah merelakan diri-Nya menjadi santapan kehidupan untuk bekal kehidupan kekal itu. Oleh karena itu meningkat kesejahteraan hidup mengarah pula pada kehidupan jangka jauh itu.

Meningkatkan ekonomi umat dengan mengajak untuk bekerja sebaik-baiknya dan mengelola hasilnya dengan benar, akan membawa umat untuk hidup semakin sejahtera. Kesejahteraan itulah yang memungkinkan orang beriman bisa menghidupi imannya secara penuh dan mendapatkan kebahagiaan secara utuh dan menyeluruh, baik secara jasmani maupun rohani. Marilah kita bersama-sama meningkatkan ekonomi yang menjadi sarana untuk menghayati dan mewujudkan imannya secara lebih mantap. Tuhan memberkati.

Oleh: Mgr. A. M. Sutrisnaatmaka MSF.

 

You may also like...

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *