Minyak……..minyak…..minyak…..

Cerita ini dikisahkan oleh salah seorang pastor anggota dewan keuskupan yang pernah berkarya di daerah Nanga Bulik dan sekitarnya beberapa tahun yang lalu. Dan disadur kembali oleh saya……..

Alkisah, suatu sore kita sebut saja pastor A ada jadwal turne di beberapa stasi. Dengan penuh semangat karena masih imam baru pastor A mempersiapkan diri dan mempersiapkan segala sesuatu untuk turne mulai dari persiapan untuk perayaan ekaristi, rekoleksi dan keperluan turne lainnya. Dipahami bersama memang turne di daerah ini memerlukan waktu lebih dari satu hari. Setelah siap berangkatlah pastor A tersebut.

Sesampainya di salah satu stasi, setelah beberapa jam perjalanan, pastor A langsung menuju rumah ketua umat, kebetulan ketua umat ini juga tokoh masyarakat dan seorang pedagang klontong kecil-kecilan di kampungnya. Pastor A melepas penat sejenak dengan ngobrol kecil-kecilan dengan ketua umat dan keluarganya sambil minum kopi dan makan snack yang telah disediakan. Karena memiliki warung sesekali bapak ketua umat melayani pembeli yang datang.

Waktu untuk perayaan ekaristi sudah dekat. Pastor A dibantu dengan anak ketua umat mempersiapkan segala sesuatunya. Meja, taplak, candelar, dan sedikit hiasan bunga dari tanaman liar di kebun disiapkan. Sementara itu pastor A mempersiapkan alat-alat misa yang dibawa dari pastoran : TPE, Kitab Suci, Madah Bakti, ampul air dan anggur, piala dan sibori dengan hosti secukupnya. Umat mulai datang satu persatu, memberi salam kepada  pastor A, ngobrol sedikit lalu memilih tempat duduk.

Sudah beberapa umat datang. Ada satu dua bapak selebihnya ibu-ibu dan anak-anak. Pastor A menunjuk beberapa umat untuk bertugas membaca bacaan pertama dan doa umat. Tugas bacaan pertama diberikan kepada bapak ketua umat. Perayaan ekaminyakristipun dimulai. Hening dan khidmat. Sampailah bapak ketua umat membaca bacaan pertama. Tiba-tiba tak berapa lama dari luar rumah terdengar teriakan nyaring,”Minyaaaaak!……minyaaaaak”. semua umat tidak menghiraukan. Bapak ketua umat tetap membaca bacaan pertama. “Minyaaaaaak”, terdengar lagi suara dari luar rumah. Pastor A heran. Ada apa gerangan? Bapak ketua umat berhenti sejenak membaca melongokkan kepala ke pintu melihat siapa yang berteriak, lalu melanjutkan kembali membaca. Semua umat diam seolah-olah tidak merasa terganggu. Untuk ketiga kalinya terdengar teriakan dari luar, “Minyaaaaak pak….minyaaaaaak”. Oooooo…..rupanya ada seorang datang ke warung bapak ketua umat untuk membeli minyak. Dengan tenangnya bapak ketua umat menghentikan pembacaan bacaan pertama lalu berkata sambil melongokkan kepala ke pintu,”Sebentarlah….nantilah ini lagi sembayang” dan melanjutkan membaca bacaan pertama dengan tenangnya. Sambil keheran-heranan, kaget,  dan menutupi senyuman dengan telapak tangan pastor A melanjutkan perasaan ekaristi. Anehnya menurut pastor A semua umat diam saja, seolah-olah tidak terjadi apa-apa.

Ketika dikisahkan kembali di meja makan keuskupan kami semua yang mendengarnya tidak bisa menahan ketawa……tiba-tiba ada pastor yang menyeletuk,”Yah…itulah iman yang hidup”.

Iman yang hidup. Iman yang hidup. Iman yang hidup. Kata-kata ini mengiang-ngiang terus. Benar begitulah iman yang hidup muncul dari dalam hati, tidak ada kebohongan, polos apa adanya, menyatu dengan kehidupan sehari-hari, tidak ada tendensi dan kepentingan apapun. Aneh bagi orang yang aneh saja menurutku. Karena sudut pandang lalu orang menilai berbeda. Justru ini yang aneh. Bagiku pengalaman pastor A ini semakin mengajarkan sikap kerendahan hati dan keterbukaan untuk memahami dan menerima yang lain dan sebagai sebuah refleksi, juga atas perwujudan dan perayaan imanku sendiri yang sering kali jatuh dalam rutinitas, aturan dan perfeksionisme. Dan sering kali sebagai seorang pemimpin aku datang dengan segudang keyakinan, harapan, pengetahuan, keinginan bahkan kesombongan yang meremehkan. Tahukah? Sering kali semua itu ditunggangbaklikkan dengan kesederhanaan, kepolosan dan kearifan luar biasa. Akhirnya aku berani mengiyakan bahwa iman mereka adalah iman yang hidup……..mari tertawa. Aku ingin imanku hidup…….

You may also like...

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *