Sejarah Berdirinya Keuskupan Palangkaraya
Perkembangan misi baik dari segi kuantitas maupun kualitas terus berlanjut di pedalaman Kalimantan Tengah. Melihat perkembangan yang demikian itu, Uskup Banjarmasin, Mgr. F.X. Prajasuta, MSF berniat agar wilayah kegembalaannya dimekarkan menjadi dua Keuskupan, yakni Keuskupan Banjarmasin dan Keuskupan Palangka Raya. Pada tgl 14 November 1992, Surat permohonan perihal pemekaran keuskupan dikirim ke Tahta Suci. Pada tanggal 14 April 1993, Tahta Suci mengabulkan permohonan tersebut dan mengumumkannya secara resmi, sebagai tahun berdirinya Keuskupan Palangka Raya dengan wilayah Provinsi Kalimantan Tengah dan mengangkat Mgr. Julius Aloysius Husin, MSF sebagai Uskup pertama Keuskupan Palangka Raya. Pentahbisannya dilaksanakan di Palangka Raya pada tanggal 17 Oktober 1993.
Dalam kepemimpinan Mgr. J.A. Husin, MSF, Keuskupan yang baru ini mulai berbenah diri secara pelan-pelan. Untuk mewujudkan pembenahan tersebut, beliau mengundang semua petugas Pastoral, utusan-utusan komunitas suster dan beberapa wakil umat untuk ikut serta dalam Raker pada tanggal 4-8 Oktober 1994. Raker ini menghasilkan Pedoman Kerja Keuskupan Palangka Raya (PKKP). Namun, Tuhan berkehendak lain. 5 hari setelah Raker, tepatnya pada tgl. 13 Oktober 1994, Mgr. J.A. Husin, MSF menghadap Bapa. Setelah beliau wafat, P. Martin M. Anggut, SVD (Vikjen) diangkat sebagai Administrator Diosesan Palangka Raya. Beliau dibantu oleh Br. Jan Bouw, CSD sebagai Ekonom Keuskupan.
Pada tanggal 26 Januari 1997, Mgr. Florensius Sidot, OFMCap dilantik sebagai Administrator Apostolik Keuskupan Palangka Raya. Beliau memimpin Keuskupan ini selama kurang lebih 3 tahun dibantu oleh P. Martin M. Anggut, SVD sebagai Vikjen/Sekretaris dan Br. Jan Bouw, CSD sebagai Ekonom sampai dengan September 1999. Tugas sebagai Ekonom kemudian dijabat oleh P. Patrick Hartadi, OFMCap karena Br. Jan Bow, CSD meninggal dalam kecelakaan pesawat di Medan.
Setelah memimpin Keuskuapn selama 3 thn, karena alasan kesehatan, beliau menyampaikan pengunduran dirinya kepada Tahta Suci, dan permohonannya dikabulkan pada tanggal 14 Oktober 1999. Atas kesepakatan bersama Dewan Keuskupan, P. Willibald Pfeuffer, MSF diangkat sebagai Administrator Diosesan Palangka Raya dibantu oleh P. Martin M. Anggut, SVD sebagai sekretaris dan P. Patrick Hartadi, OFMCap sebagai ekonom sampai dengan 15 Februari 2000. Karena P. Martin M. Anggut, SVD diangkat menjadi Provinsial SVD Jawa dan P. Patrick Hartadi, OFMCap ditarik oleh Pimpinan Ordo Kapusin Pontianak, maka pada tanggal 15 Februari 2000, P. Al. Liu Fut Khin, MSF diangkat sebagai Ekonom merangkap Sekretaris. Pada hari Rabu, 14 Februari 2001, Tahta Suci mengumumkan pengangkatan P. Dr. Aloysius M. Sutrisnaatmaka, MSF sebagai Uskup baru Palangka Raya dan ditahbiskan Uskup, pada tanggal 07 Mei 2001 di Gereja Katedral Sta. Perawan Maria, Palangka Raya.
Dalam memimpin Keuskupan Palangka Raya, secara berturut-turut beliau didampingi oleh: Vikjen: P. Stanis Ograbek, SVD (7 Mei 2001-01 Juli 2002), kemudian P. Lukas Huvang Ajat, MSF (01 Juli 2002- 5 Oktober 2007), P. Silvanus Subandi, Pr (5 Oktober 2007-sekarang); Sekretaris dan Ekonom: P. Al. Liu Fut Khin, MSF (15 Februari 2000-1 Februari 2003), P. R.B. Bethras Reksotomo, MSF (1 Februari 2003- Desember 2009), P. Andreas Tri Adi Kurniawan, MSF (1 Juli 2010-sekarang), sedangkan Sekretaris dijabat oleh P. I Ketut A. Hardana, MSF (1 September 2009-sekarang). Menurut data statistik akhir tahun 2012, di Keuskupan Palangkaraya tercatat 22 Paroki, 532 Stasi, 22 Gereja induk, 304 kapel, 4 pusat pembinaan dan umat 74.003 jiwa dengan tenaga Pastoral: Pastor 49 orang (tidak termasuk Uskup), Bruder 5 org, Frater TOPER 8 org, Diakon 2 org, Suster 117 orang dan katekis 266 orang tetap/honor.
Dengan demikian total tenaga pastoral yang ada di Keuskupan Palangkaraya untuk melayani umat sebanyak 74.003 org adalah: 447 org, artinya setiap tenaga pastoral melayani 166 umat yang tersebar di seluruh wilayah Kalimantan Tengah dengan luas wilayah 1,5 kali pulau Jawa. Apakah ini sudah dianggap ideal dan mencukupi? Tentu saja, belum. Masih tetap dinantikan kedatangan tenaga-tenaga pastoral, baik tertahbis maupun non tertahbis untuk melayani umat yang tersebar di stasi-stasi pedalaman yang jaraknya berjauhan satu dari yang lain. Semakin banyak tenaga pastoral yang tersedia, tentu pelayanan akan semakin efektif baik dari segi kuantitas (volume pelayanan) maupun dari segi kualitasnya.