KEUSKUPAN  PALANGKA RAYA 

SURAT GEMBALA AKSI PUASA PEMBANGUNAN 2018

Tema: ”Membangun Solidaritas Sosial demi Keutuhan Ciptaan”

  SURAT GEMBALA PRA-PASKAH 2018 KEUSKUPAN PALANGKA RAYA

 (0). Pengantar

Saudara-saudari seiman dalam Kristus yang terkasih,

Keutuhan ciptaan kiranya sudah semakin terancam dengan tanda-tanda antara lain: makin kerap banjir, tanah longsor, pencemaran air sungai, kebakaran hutan, dan penambangan sumber daya alam tanpa kendali. Hutan yang menjadi penyangga utuhnya lingkungan terkoyak oleh keserakahan manusia yang membabat habis hutan,  dan menambang bumi secara besar-besaran demi keuntungan ekonomis semata-mata disertai keserakahan egoimse manusia. Keseimbangan alam dan keutuhan ciptaan diabaikan, dan kesetia-kawanan atau solidaritas untuk mengembalikan keutuhan ciptaan itu kurang diperhatikan.

Aksi Puasa Pembangunan Nasional 2018 bertema: “Membangun Solidaritas Sosial demi Keutuhan Ciptaan”. Keuskupan Palangka Raya mengambil subtema: “Mengusahakan kesetiakawanan untuk bekerjasama menata  lingkungan  agar menjadi kawasan hijau yang berdaya guna untuk semua ciptaan”. Kesetiakawanan dimungkinkan apabila didasari oleh keadaan, situasi dan keprihatinan yang sama. Kita sadar betul bahwa situasi lingkungan hidup di Kalimantan Tengah ini memerlukan perhatian serius dan pembenahan menyeluruh. Hal itu diperlukan agar dapat dicapai lingkungan lestari yang memungkinkan seluruh ciptaan mendapatkan tempatnya yang paling baik dan cocok, sehingga ciptaan dan lingkungan menjadi utuh kembali.

(1). Kesetiakawanan untuk bekerja bersama)

Kesetiakawanan atau solidaritas muncul ketika orang menghadapi situasi yang memprihatinkan seperti halnya ada musibah: banjir, kebakaran hutan dan lahan (karhutla), tanah longsor, gunung meletus, gempa bumi, dll. Dalam situasi yang menimbulkan penderitaan itu, kita bisa merasa solider untuk membantu,  mewujudkan dan mengamalkan iman kita, segaligus menjadi ungkapan perasaan senasib-sepenaggungan sebagai sesama manusia. Penderitaan merupakan beban hidup, apabila dipikul oleh banyak orang, maka akan terasa lebih ringan daripada dipikul sendirian. Kesetiakawanan merupakan ungkapan kesatuan dan kebersamaan yang didasari oleh persaudaraan, saling hormat dan percaya untuk bersama-sama memperhatikan kepentingan sesama, khususnya bagi mereka yang menderita. Kesetiakawanan itu bersumber pada pribadi Kristus sendiri “yang mengosongkan Diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia” (

 

Fil 2:7). Kesetiakawanan bisa diperluas untuk mengarah pada perbaikan situasi, mengusahakan kesejahteraan hidup yang menopang martabat kemanusiaan.

Dalam kaitannya dengan kerusakan lingkungan yang mengancam keutuhan ciptaan, semua penduduk dunia selayaknya bahu membahu bekerja sama untuk mengatasinya. Kerusakan lingkungan mengancam dengan serius masa depan bangsa manusia. Maka setiap kelompok masyarakat di tempat masing-masing harus berani mengambil tindakan yang terencana dan dilaksanakan bersama dengan seksama. Lalai sedikit saja dalam pelaksanaannya, maka akibat fatal bagi masa depan bisa terjadi. Dari pengalaman hidup sehari-hari dan dari kajian yang lebih mendalam dapat ditegaskan bahwa yang terkena pengaruh paling berat dan parah dari kerusakan lingkungan tidak lain adalah orang miskin. Merekalah yang paling rentan dan paling lemah dalam menghadapi musibah yang ditimbulkan oleh kerusakan alam.

Kesetiakawanan untuk bekerjasama diperlukan, sebab tanpa bekerja sama yang perpadu dan terprogram, hasilnya kurang maksimal. Apalagi dampak dari kerusakan lingkungan yang menyangkut soal keutuhan ciptaan bersifat kompleks, menyangkut banyak segi. Ada segi ekonomi, yaitu kerugian yang sangat besar akibat kebakaran hutan dan lahan, banjir dan pencemaran air sungai. Muncul juga segi sosial yang berdampak pada terganggunya hubungan sosial, terpisahnya kekerabatan skala kecil dalam keluarga, maupun skala luas, menyangkut kelompok masyarakat yang kehilangan pelbagai macam fasilitas: pendidikan, perumahan, tempat ibadat, dll. Dampak psikologis bisa sangat besar, seperti: menimbulkan trauma bagi anak-anak, bagi remaja, dan kelompok-kelompok persaudaraan dan kekerabatan yang ada sebelumnya. Oleh karena itu menjadi mutlaklah untuk mengadakan kerjasama dalam mewujudnyatakan kesetiakawan yang menyangkut pelbagai kelompok kemasyarakatan, dari macam-macam disiplin bidang ilmu, lapisan sosial ekonomi yang berbeda-beda, kelompok sipil-militer, dan kelompok apa saja yang ada dalam masyarakat.

(2. Menata lingkungan menjadi utuh)

Manusia yang diciptakan secitra dengan Allah menjadi rekan kerja-Nya dalam memelihara alam semesta. “Tuhan Allah mengambil manusia itu dan menempatkannya dalam taman Eden untuk mengusahakan dan memelihara taman itu” (Kej 2:15). Manusia pada dasarnya adalah bagian dari alam, termasuk di dalamnya dan terjalin tak terpisahkan dari alam itu (bdk. Paus Fransiskus, Laudato Si’). Keterpisahan manusia dari alam yang diciptakan Allah tentu menjadi malapetaka yang besar untuk seluruh kehidupannya. Manusia sebagai salah satu ciptaan yang paling tinggi de

 

rajatnya juga merupakan bagian dari keutuhan itu, bagian dari keseluruhan paguyuban semesta. Allah yang telah menciptakan manusia dan seluruh alam semesta mengajak manusia untuk berperan dalam menjaga keutuhan alam ciptaan. Apabila alam ciptaan rusak maka menjadi tugas manusialah untuk menjadikannya utuh kembali.

Memelihara keutuhan lingkungan berarti melindungi, menjaga, melestarikan, mengawasi dan merawat apa yang ada sebaik mungkin. Terjadilah hubungan tanggungjawab dari manusia terhadap alam yang diciptakan oleh Allah. Alam semesta sebagai keseluruhan dalam aneka hubungan mengungkapkan kekayaan Allah yang tak ada bandingnya. Namun apabila terjadi penyalahgunaan alam ciptaan, kekayaan itu dimanfaatkan untuk dirinya sendiri saja, nafsu egoisme menguasai diri, maka manusia tidak melihat dan mengakui Tuhan sebagai penguasa atas alam semesta. Ketika manusia memandang diri sebagai pusat dan sistem alam semesta, dan menggunakan alam demi kepentingan sendiri, maka dirusaklah alam. Keutungan ekonomi, atas nama pembangunan menjadi ukuran tertinggi dalam memperlakukan alam. Diperparah oleh kerakusan yang tak terbatas dari egoisme manusia, maka kerusakan alam menjadi konsekuensi yang tak terelakkan. Kelestarian dan keutuhan alam tidak  diperhitungkan lagi.

Ketika alam dikeruk demi keuntungan ekonomi semata, hutan dibabat, habitat satwa rusak parah, maka tak ada lagi ketentraman dan perdamaian dalam ekosistem alam ini. Malapetaka dan musibah silih berganti muncul: kebakaran hutan, kekurangan air, pencemaran lingkungan, satwa liar mengganggu perkampungan; pada saat lain terjadi banjir, longsor, paceklik hasil pertanian dan buah-buahan. Dari sinilah proses pemiskinan terus melaju dan kehidupan semakin tidak nyaman. Dalam mengatasi kerusakan lingkungan, sudah selayaknyalah manusia secara bersama-sama mengembalikan keutuhan alam secara kongkrit, sekuat tenaga dan terencana.

(3. Tindakan kongkrit seluruh umat)

Aksi Puasa Pembangunan (APP) menuntut adanya pertobatan, tidak hanya dalam arti teoritis dan berkonteks ibadat saja, melainkan perlu tindakan nyata yang berhasil guna. Oleh karena itu perlulah tindakan kongkrit dan nyata dalam skala yang terjangkau oleh umat dalam keluarga, paroki, stasi dan keuskupan. Usaha dan tindakan kongkrit bersama skala kecil bisa menjadi awal gerakan untuk mewu

judnyatakan kesetiakawanan sosial dalam memulihkan keutuhan ciptaan.

3.1. Mengelola sampah:

Kesetiakawan merupakan sikap dan tindakan yang perlu dipahami sekaligus perlu dipraktekkan. Oleh karena itu perlu pendidikan dan latihan melaksanakannya. Kesetiakawan berarti memperhatikan orang lain untuk berbela rasa dan memberi bantuan menurut kebutuhan mereak, kebutuhan lingkungan dan bertindak untuk memperbaiki keadaan.  Hal itu bisa dilakukan di dalam keluarga dengan hal-hal sederhana dan kongkrit, misalnya berkaitan dengan dengan keutuhan ciptaan, kita bisa mulai dengan soal membuang sampah dan mengolahnya. Membiasakan keluarga untuk membuang sampah secara tertib, menurut jenisnya: sampah plastik, pecahan kaca, kertas, daun-daun, dll., ke tempat yang telah disediakan bisa menjadi awal yang baik. Tanpa pembiasaan itu, sampah tercecer di mana-mana, bisa mengakibatkan selokan buntu, sungai tercemar dan bau busuk muncul di pelbagai tempat. Sebaliknya, kalau sampah dikelola dengan baik, bisa didaur ulang dan menghasilkan barang-barang bernilai ekonomis. Tindakan menghemat energi bisa dilakukan dengan mematikan lampu yang tak dipakai, mengurangi pemakaian kertas yang dibuat dari kayu, menghabiskan makanan sehingga  tidak sisa yang dibuang.

3.2. Kesetiakawanan menyangkut keutuhan ciptaan bisa dikaitkan dengan usaha menghijaukan lahan dan menanam pohon secara terencana, agar ada pelbagai manfaatnya. Diusahakan ada manfaat yang menjadikan lahan tidak gundul, berfungsi sebagai peresapan, mengurangi banjir dan sumber air terjaga pada musim kemarau. Kalau penanaman itu di lahan perbukitan, maka bisa mencegah longsor. Hal kecil-kecil ini pun merupakan usaha untuk mewujudkan kesetiakawanan untuk mengembalikan kututuhan ciptaan.

3.3. Usaha bersama, sebagai wujud kesetiawanan, dalam tingkat stasi, lingkungan, RT, RW, kelompok kerja, kelompok kategorial, dll., dapat diadakan dan digalakkan secara rutin maupun pada saat diperlukan secara khusus. Kegiatan bersih lingkungan, dilanjutkan dengan penanaman lahan kosong dan lahan tidur, tak terurus, menjadi kegiatan yang dapat secara kongkrit dikaitkan dengan usaha membangun kesetiakwanan menjaga keutuhan ciptaan. Marilah kita manfaatkan masa pertobatan ini dengan tindakan nyata agar hidup kita menjadi berkat untuk mengembalikan keutuhan ciptaan.

 PERATURAN PANTANG DAN PUASA DALAM GEREJA KATOLIK

1.Waktu/masa puasa: hari Rabu Abu, 14 Februari – Jumat Agung 30 Maret 2018. Sedangkan kewajiban untuk pantang adalah: hari-hari Jumat lainnya selama masa Pra-Paska.

  1. Maksud dan arti pantang: tidak makan daging, atau makanan lain (jajanan) yang bisa ditentukan secara pribadi atau bersama (dalam keluarga, komunitas biara), atau mengurangi gula atau garam atau tidak merokok. Diwajibkan untuk yang berusia 14 tahun ke atas.
  2. Maksud dan arti puasa: mengurangi porsi makan dan hanya makan kenyang satu kali sehari. Puasa ini berlaku untuk orang yang genap berusia 18 tahun sampai umur 60 tahun.
  3. Hasil Aksi Puasa Pembangunan seluruhnya disetorkan ke Keuskupan: 70% akan diteruskan untuk karya Pengembangan Sosial Ekonomi (PSE) di Keuskupan dan 30% akan disetorkan ke Dana Solidaritas Antar Keuskupan (DSAK) di KWI.

Palangka Raya,  06 Februari 2018-

Peringatan Wajib Santo Paulus MIkil:

+ Mgr. A.M.Sutrisnaatmaka MSF

(Uskup Palangka Raya, Kalimantan Tengah)

You may also like...

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *