Bukan perpisahan yang menyakitkan, namun kata yang belum sempat terucap. 
Demikian juga yang kita rasakan atas kehilangan sosok Bapak pada diri Alm Romo Tarsisius Priyanto, Pr atau Romo Pri sapaan akrabnya. Tak terasa sudah satu tahun beliau telah meninggalkan kita dalam perziarahan di dunia ini. Kita tentu yakin dan percaya beliau telah berbahagia di Surga bersama para kudusNya. Ada banyak kenangan yang membawa pada permenungan yang lebih mendalam dengan kepergian saudara kita itu. Oleh karena itu dalam rangka mengenang almarhum, beberapa hari yg lalu yakni tepatnya tanggal 6 Januari 2016 diadakan doa bersama dalam bentuk ibadat dan Perayaan Ekaristi.
Ibadat mengenang satu tahun kepergian RD. priyanto menghadap Allah diadakan di sekitar makam tempat beliau
Pada Rabu sore, pada tanggal yang sama yakni 6 Januari 2016, para imam Projo Keuskupan Palangka Raya “menggelar” misa arwah peringatan satu tahun kepergian Romo Pri. Misa dipimpin oleh Bapa Uskup Keuskupan Palangka Raya, Mgr Aloysius M. Sutrisnaatmaka, MSF sebagai selebran utama, didampingi oleh Romo Paroki Katedral St Maria; Rm Patrisus Alu Tampu,Pr selaku ketua Unio Diosesan Palangka raya dan VikJen Keuskupan Palangka Raya Rm Subandi, Pr. Dalam perayaan ekaristi tersebut, dihadiri ratusan umat baik dari Paroki Katedral St. Maria dan Paroki Yesus Gembala Baik, biarawan biarawati serta para seminaris. Perayaan Ekaristi tampak begitu agung dan meriah berkat diiringi kelompok koor yang indah dari Paguyuban Jawa.
Sebagai inti homili, Bapa Uskup mengatakan bahwa kematian bukan akhir dari segalanya tetapi merupakan awal dari sebuah kehidupan baru. Kematian bukan merupakan momok yang menakutkan tetapi di sana ada harapan, kedamaian, suka cita, kebahagiaan dan kasih dalam keabadian yang tak terjangkau pikiran dan akal manusiawi serta tak bisa disamakan atau pun dibandingkan dengan pengalaman keduniawian kita. Pengalaman mereka telah membuktikan eksistensi Allah sebagai asal dan sumber kehidupan yang pada akhirnya setiap manusia akan kembali ke sana sebagaimana diyakini dalam iman Katolik.
Selain itu, Bapak Uskup berpesan kepada kita bahwa dalam mempersiapkan kematian kita juga perlu waspada; berjaga-jaga senantiasa dalam menjalani kehidupan ini serta mengisinya dengan hal-hal yang bermanfaat dan memberi makna bagi diri dan sekitar kita.
Dalam homily juga dibuka ingatan kembali bagaimana kisah hidup beberapa bulan terakhir sebelum Rm. Priyanto, Pr dipanggil Allah. Romo Pri adalah sosok imam yang luar biasa, imam yang taat dan penuh semangat. Meskipun dalam kondisi sakitnya, almarhum tetap bersemangat untuk melanjutkan studinya di Filipina. Namun, karena faktor kecapaian karena kegiatan studinya dan kesehatan yang drop itulah Rm, Pri akhirnya menghadap Tuhan. Di sela-sela khotbahnya Bapak Uskup masih sempat saja bergurau dengan memberi pesan kepada para romo yang lain bahwa : jika nanti meninggal, jika bisa di Indonesia saja tidak di luar negeri dan jika bisa jangan pada saat suasana Natal. Seketika itu juga gelak tawa berderai di Aula Magna Keuskupan Palangka Raya. Memecah suasana haru dan sendu seluruh umat yang mengikuti misa mengenang 1 tahun Alm Romo Pri ini.
Memang benar seperti yang dikatakan Bapa Uskup bahwa kematian tidak boleh menakutkan bagi kita orang Kristen. Bahwa kematian adalah keabadian di dalam damai dan kasih Allah Bapa. Maka hendaklah senantiasa kita berjaga-jaga dalam hidup ini. Semoga karya dan teladan alm. Rm Pri dapat kita teruskan dan semoga Rm Pri selalu mendoakan kita dari Surga..
Sebagai penutup, sebuah penggalan lirik lagu “Aku Cinta Gereja”. Semoga dapat menjadi bahan permenungan kita bersama dalam mengarungi perziarahan di dunia ini.
Berfikirlah seakan-akan kita ‘kan hidup selamanya..
Hiduplah seakan-akan kita ‘kan mati hari ini..
Baik hidup atau pun mati kita ‘kan semua di tanganNya..
-Gatot & Lusia dewi-